Pengertian Kontrak
Menurut
terjemahan dari Black’s Law Dictionary, definisi kontrak adalah suatu
perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu hal yang khusus. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPer), kontrak melahirkan suatu perikatan antara pihak yang
mengikatkan dirinya. Sehingga dari kontrak inilah lahir suatu perikatan di mana
para pihak yang mengikatkan diri memiliki kewajibannya masing-masing sesuai
yang ditentukan dalam kontrak.
Syarat Sahnya
Kontrak
Banyak
orang yang salah mengartikan bahwa kontrak akan dinyatakan sah jika dibuat
secara tertulis. Tidak sedikit pula orang yang beranggapan bahwa suatu kontrak
dianggap sah apabila ditandatangani di atas meterai. Padahal, penentuan sah
atau tidaknya kontrak bukan dilihat dari meterai maupun bentuknya secara
tertulis atau lisan, melainkan dilihat dari terpenuhinya syarat sah perjanjian
yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Di mana, menurut Pasal 1320
KUHPerdata, kontak akan sah jika memenuhi beberapa syarat di bawah ini:
Kecakapan para pihak;
Kesepakatan antara para pihak;
Adanya suatu hal atau objek tertentu;
Suatu
sebab yang halal (tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan, dan
ketertiban umum).
Asas-asas Hukum
Perikatan (Asas dalam Berkontrak)
Menurut
teori dalam ilmu hukum perdata, terdapat 8 (delapan) asas-asas hukum perikatan
yang tercermin dari pasal-pasal yang ada dalam KUHPerdata, antara lain:
1. Asas kebebasan
berkontrak (freedom of contract)
Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas
ini merupakan asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
membuat atau tidak membuat perjanjian;
mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; dan
menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Namun
kebebasan yang dimaksud dalam KUHPerdata juga tidak dapat diartikan bahwa
kontrak dapat dengan bebas dibuat tanpa memperhatikan ketentuan hukum yang
berlaku. Kebebasan dalam berkontrak juga tetap harus memenuhi syarat sahnya
perjanjian agar dapat dilaksanakan.
2. Asas
Konsensualisme (concensualism)
Pasal
1320 ayat (1) KUHPerdata telah menentukan bahwa salah satu syarat sahnya
perjanjian adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.
3. Asas Kekuatan
Mengikat (pacta sunt servanda)
Asas
ini juga merujuk pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, di mana para pihak akan
terikat dengan perjanjian yang telah dibuatnya layaknya undang-undang.
4. Asas Itikad
Baik (good faith)
Asas ini telah tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi:
“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa, para pihak dalam membuat kontrak maupun saat
melaksanakan isi kontrak tersebut harus dilakukan dengan itikad dan niat baik.
5. Asas
Keseimbangan
Asas
ini menerapkan adanya suatu posisi tawar yang sama atau seimbang ketika membuat
perjanjian di antara para pihak.
6. Asas Kepatutan
Asas
ini tercermin dari Pasal 1339 KUHPerdata yakni:
“Suatu
perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan di
dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian,
diharuskan oleh (1) kepatutan, (2) kebiasaan, (3) undang-undang.”
Artinya,
kontrak tersebut juga harus memperhatikan kepatutan dan keadilan bagi para
pihak.
7. Asas Kepastian
Hukum
Asas
ini merupakan cerminan dari Pasal 1338 ayat (2) KUHPer yang menyatakan bahwa
pihak dalam perjanjian dilarang untuk membatalkan perjanjian secara sepihak.
8. Asas
Kepribadian (personality)
Asas
ini menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak
hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini tertulis dalam Pasal 1315
KUHPerdata dan Pasal 1340 KUHPerdata yang menegaskan bahwa
“Pada
umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk
dirinya sendiri.”
Inti
ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang
tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.
Wanprestasi
Mungkin
Anda sering mendengar istilah wanprestasi, namun belum mengetahui secara jelas
apa yang dimaksud dengan wanprestasi. Istilah wanprestasi sering disebut juga
dengan breach of contract atau cidera janji. Berdasarkan KUHPerdata, ada empat
bentuk wanprestasi, yakni:
Tidak
melaksanakan perjanjian atau tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya;
Tidak
sempurna dalam melaksanakan kewajibannya, artinya pihak tersebut melaksanakan
kewajiban namun tidak sebagaimana dijanjikan;
Terlambat dalam melaksanakan kewajibannya; dan
Melakukan
hal yang dilarang dalam perjanjian.
Lalu
bagaimana solusinya jika salah satu pihak melakukan wanprestasi? Pihak yang
haknya telah dilanggar dapat memberikan peringatan kepada pihak yang melakukan
wanprestasi, di mana peringatan ini disebut dengan istilah somasi yang akan
dijelaskan di bawah ini.
Somasi
Setelah
Anda memahami mengenai kontrak, syarat sahnya kontrak, dan asas dalam
berkontrak. Kini saatnya Anda memahami bagaimana jika salah satu pihak tidak
menepati kesepakatan yang ada dalam kontrak? Sebelum Anda membawa masalah
tersebut ke pengadilan, Anda bisa menyelesaikannya dengan memberikan somasi.
Dalam
hukum perdata, somasi tercermin dari ketentuan pada Pasal 1238 KUHPerdata dan
Pasal 1243 KUHPerdata. Di mana dalam Pasal 1238 KUHPer disebutkan bahwa:
“Si
berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta
sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika
ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yg
ditentukan.”
Lebih
lanjut, pada Pasal 1243 KUHPerdata diatur bahwa tuntutan atas wanprestasi suatu
perjanjian dapat dilakukan apabila yang melakukan wanprestasi telah diberikan
peringatan bahwa ia telah melalaikan atau tidak melaksanakan kewajibannya,
namun tetap melalaikan kewajibannya. Peringatan inilah yang lebih dikenal
dengan istilah somasi. Perihal berapa jumlah somasi yang seharusnya diberikan
juga tidak diatur secara tegas, sehingga hal ini tergantung dari pihak yang
memberikan somasi.
Bentuk dan Isi Somasi
Bentuk
somasi yang disampaikan kepada pihak yang melakukan wanprestasi tidak diatur
secara jelas. Namun, pada umumnya isi dari somasi antara lain mencakup:
Hal
yang diminta (kewajiban pihak yang melakukan wanprestasi);
Dasar
hukum permintaan (perjanjian pokok yang mengatur kewajiban para pihak); dan
Jangka
waktu bagi pihak yang melakukan wanprestasi untuk melaksanakan kewajibannya.
Ganti Rugi
Untuk
melindungi para pihak dalam perjanjian, ketika salah satu pihak telah melakukan
wanprestasi, pihak yang melakukan wanprestasi dapat dimintakan untuk memberikan
ganti kerugian terhadap pihak lainnya sebagai akibat dari wanprestasi yang
dilakukannya. Dalam hukum kontrak, ada dua kejadian yang menimbulkan ganti rugi
yaitu ganti rugi karena wanprestasi dan ganti rugi akibat melawan hukum. Ganti
rugi wanprestasi merupakan bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada debitur
yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah dibuat. Sedangkan ganti rugi
akibat melawan hukum adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada
orang yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain. Lain
halnya dengan wanprestasi, seseorang dapat mengajukan klaim ganti rugi apabila
haknya telah dilanggar meskipun sebelumnya tidak ada perjanjian diantara
keduanya.
Namun
dalam artikel ini, yang akan dibahas lebih lanjut adalah ganti rugi yang diakibatkan
oleh wanprestasi, dikarenakan adanya wanprestasi terhadap isi perjanjian yang
telah disepakati para pihak. Pasal 1243-1252 KUHPerdata telah menyebutkan bahwa
prinsip dasar ganti rugi wanprestasi adalah pihak yang lalai wajib mengganti
kerugian yang meliputi ongkos, kerugian dan bunga. Dijelaskan lebih lanjut
pada Pasal 1246 KUHPerdata, ganti
kerugian itu terdiri atas 3 unsur, yaitu:
Biaya,
yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-nyata telah dikeluarkan.
Rugi,
yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang
diakibatkan oleh kelalaian debitur.
Bunga,
yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan oleh kreditur
apabila debitur tidak lalai.
Maka
dari itu, jika pihak counterpart melakukan wanprestasi, Anda sebagai pihak yang
dirugikan dapat mengajukan klaim ganti rugi kepada counterpart Anda. Hal ini
juga dapat dituliskan di dalam kontrak, misalnya dalam perjanjian jual beli,
ketika pihak pembeli tidak melakukan pembayaran sesuai dengan jadwal yang ditentukan,
pembeli dapat dikenakan denda.
Jika
Anda masih bingung membuat kontrak berdasarkan risiko yang mungkin terjadi,
Anda bisa meminta bantuan LIBERA sebagai startup hukum yang dapat membantu Anda
membuat kontrak dengan lebih mudah dan aman. Selain itu, LIBERA juga membantu
Anda mengenali risiko yang mungkin terjadi dari setiap transaksi bisnis Anda.
Segera buat kontrak Anda di LIBERA dan konsultasikan semua permasalahan bisnis
Anda secara gratis.
Sumber : liberia.id